Barangkali karena
aku dianggap lebih tahu jalan, kang Bahtiar -teman sekos- memintaku menemaninya
-sebagai penunjuk jalan- ke Kampung Rambutan untuk mendaftar mudik gratis ke
Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Sedikit banyak aku memang tahu jalan TB Simatupang,
tempat pendaftaran itu. Ditambah lagi, aku cukup mudeng membaca peta. Sejak
dari Lebak Bulus, hampir-hampir tidak pernah belok; berkendara terus mengikuti
jalan. Di samping kanan-kiri jalan tol lingkar luar Jakarta, itulah jalan TB
Simatupang. Ancer-ancer tempat pendaftarannya adalah 200 meter setelah Terminal
Kampung Rambutan, Wisma Astoria.
Sempet salah karena aku mengira Pasar Rebo sebagai terminal Kampung Rambutan, ternyata masih satu kilometeran ke timur. Setahuku, juga berdasarkan peta, terminal Kampung Rambutan berseberangan jalan dengan TMII. Nah, jalan di sekitaran TMII begitu banyak, melayang-layang, dan saling tindih. Aku asing dengan jalan ini; sepertinya itu pertama kalinya aku lewat situ. Tapi rambu-rambunya cukup jelas hingga kami dapat menemukan Terminal Kampung Rambutan dengan mudah -karena sangat terlihat jelas juga. Setelah berkali-kali bertanya, sampai juga kami di depan Koperasi Paguyuban Jawa Tengah se-Jabodetabek, 200-an meter di sebelah barat terminal.
Kampung Rambutan,
Jakarta Timur, pukul 11.00
Kerumunan massa
sudah membanjiri halaman depan tempat pendaftaran #lebay. Ternyata animo
masyarakat akan mudik gratis begitu tinggi. Seperti antrian pembagian zakat di
kota-kota besar saja. Kami turut berdesakan.
Ternyata, mudik
gratis ini tidak hanya untuk warga Kabupaten Batang, tetapi untuk seluruh Jawa
Tengah! Informasi sebelumnya yang kudapatkan kurang tepat; ada beberapa bagian
yang tidak lengkap. Sekarang aku tahu: mudik gratis ini diselenggarakan atas
bantuan Gubernur dan Bupati/Walikota se-Jawa Tengah dan Bank Jateng. Tentu
saja, salah satu tujuannya adalah Kabupaten Batang. Maka, kami kemudian mencari
informasi adakah Kebumen menjadi tujuan mudik gratis ini. Ternyata iya, tapi
kuota telah penuh. Aku mencari tempat tujuan yang kiranya melewati Kebumen:
Purworejo. Katanya, penuh juga. Aku masih berusaha, kutanyakan adakah kursi
kosong untuk Banyumas. Ternyata ada. Aku meminta formulir. Kukumpulkan formulir
sebagai antrian.
Sebenarnya aku tidak
membawa fotokopian KTP karena awalnya aku tak berniat mendaftar -tak tahu kalau
ada tujuan ke Kebumen dan sekitarnya. Sambil menunggu panggilan, aku pergi
mencari kedai fotokopi yang cukup sulit kutemukan karena jauh dari hiruk-pikuk
instansi pendidikan.
Kuota untuk Batang
memang tidak cukup banyak, tapi peminatnya juga tidak membludak. Maka, tak
perlu menunggu lama, kang Bahtiar dipanggil dan mendapat tiket mudik gratis
menuju Batang. Sedangkan aku masih menunggu lama untuk tiket Banyumas. Sampai
akhirnya antrian selesai, aku belum dipanggil.
Untungnya, aku
berinisiatif menyambangi ruang petugas lewat pagar di samping. Seorang ibu-ibu
menanyaiku. Aku mengadukan kenapa aku belum dipanggil dan masih adakah kuota
untuk Banyumas. Ternyata sudah tidak ada. Maka, kukatakan kalau sebenarnya aku
mau ke Kebumen. Mimik ibu itu seperti berubah. Seperti menemukan tetangga di
perantauan. Aku berharap ada keajaiban berupa wild
card mudik gratis tujuan Kebumen. Aku hanya disuruh bersabar; aku
menunggu. Aku semakin mencurigai bahwa ibu itu sedang menyelipkan satu tiket
khusus untukku. Tapi entahlah, akhirnya aku tak mendapatkan tiket Kebumen.
Ketika ada petugas
lain yang menanyaiku dan mendapati tujuanku adalah tiket Banyumas, aku ditawari
untuk pindah ke jurusan Cilacap saja. Wah, lebih jauh lagi dari Kebumen.
Setelah kupikir-pikir, Cilacap adalah hasil yang lebih baik daripada aku pulang
dengan tangan hampa. Maka, aku masuk ke ruang petugas untuk mengambil tiket
Cilacap.
Di dalam ruangan,
aku mencoba melobi lagi ibu-ibu tadi. Aku masih berharap ibu itu mengeluarkan
tiket special edition untukku yang bukan
siapa-siapa beliau. Akhirnya, aku tetap diberi tiket Cilacap dengan special term. Ibu itu akan mencarikan tiket
Kebumen, aku disuruh menghubunginya sore atau malam apakah ada tiket Kebumen
yang bisa ditukarkan dengan tiket Cilacap. Aku diberi nomor teleponnya. Lumayan
lega, meski aku teringat jarak yang harus kutempuh jika keesokan harinya aku
menukar tiket itu. Bintaro-Kampung Rambutan tidak dekat, apalagi jika ditempuh
dengan angkot. Tidak dekat itu dapat
berarti biaya angkot yang harus kukeluarkan. Aku harus berhitung cepat untuk
memilih apakah aku harus menukarkan tiket dengan tambahan biaya transportasi
menuju Kp. Rambutan ataukah tambahan uang transport untuk Kebumen-Cilacap. It's fine if I have to barter the ticket.
Berpindah bus di tengah perjalanan bukan pilihan yang enak ketika mudik
lebaran, pikirku.
Masjid "Kubah
Emas" Dian Al Mahri, Depok, pukul 15.00
Aku sudah
berkali-kali pergi ke UI, tapi tidak sampai kawasan Depok. Ternyata Depok
adalah kota yang hidup, ramai, dan cukup glamour.
Perekonomian berdetak kencang. Mobilitas riuh. Depok, kota seribu angkot.
Masjid Kubah Emas,
aku hanya sering mengenal namanya, tanpa tahu informasi lebih lanjut tentang
letaknya selain berada di Kota Depok. Ternyata, masjid kondang ini terletak
jauh dari hiruk pikuk Depok. Berkilo-kilo meter kami menempuh jalan beraspal,
beberapa orang telah kami tanyai, barulah kami mendapati masjid ini di
Kecamatan Limau. Secara geografis, masjid ini sudah dekat dengan daerah Parung,
Bogor.
Tepat sesuai harapan
awal kang Bahtiar, kami sholat 'ashar di masjid ini. Sampai di sana belum masuk
waktu 'ashar. Jadi, kami mempunyai waktu istirahat. Sambil rebahan, kami
memandang kagum masjid megah ini dan ngobrol.
Sekilas saja aku
tahu bahwa masjid ini didirikan oleh seseorang, bukan suatu badan tertentu.
Kupikir, betapa mulia orang itu dalam menyedekahkan hartanya. Dari poster pada
mading, pendiri masjid ini adalah seorang perempuan.
Tak lama rebahan,
adzan dikumandangkan. Ketika sholat akhirnya akan dimulai, sang imam begitu
cermat dalam menertibkan jamaah. Juga, tidak tanggung tanggung, untuk jamaah
laki-laki yang paling hanya satu atau dua baris ini, ada bilal untuk mengiringi
komando sang imam. Mungkin karena letak jamaah wanita yang berada jauh
dibelakang dan luasnya masjid ini, perlulah adanya peran bilal.
Kesimpulan
Dalam satu hari ini,
kami telah melewati 3 propinsi: Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.
Hanya butuh waktu 1
jam untuk pulang dari Masjid Kubah Emas menuju Bintaro via Cinere-Lebak Bulus.
And so, alhamdulillah untuk hari ini.
No comments:
Post a Comment