Sebelumnya, saya
ingin mengucapkan terima kasih kepada seorang kawan yang belum pernah saya
temui ujung hidungnya yang telah mengenalkan --bahkan dengan berlebihannya
menghubungkan-- Che Guevara, seorang revolusioner besar, dengan saya yang hanya
berani melakukan pemberontakan kecil lewat surat terbuka. Di sinilah dia
mengenalkan saya dengan Che [blognya].
![]() |
sumber: goodreadscom |
Maka, ketika tak
sengaja menemukan judul "Che Guevara: The Motorcycle Diaries" pada
katalog Perpustakaan-online DJA, saya segera menanyakannya kepada Mas Hisyami,
sang pustakawan yang mudah sekali berkawan itu.
Membuka lembaran
awal memoar seorang revolusioner ini saya merasa sulit memahami karena diksi
yang meloncat-loncat, namun akhirnya terbiasa dengan buku terjemahan yang
memang biasanya begitu. Mungkin karena kebiasan intelektual yang berbeda, buku
terjemahan dari Barat rasanya selalu menantang pembaca dengan meninggalkan
sedikit maksud yang tak dijelaskan definisinya. Ada lompatan-lompatan
intelektual yang tak memanjakan pembaca, yang dengan kekhasannya buku-buku luar
negeri tidak membuat jenuh lantaran penjelasan yang terperinci -yang ternyata
tak perlu.
Memoar ini memang
tidak mewakili seluruh cerita hidupnya, terutama tentang pandangan politik dan
perjalanan hidupnya sebagai konsekuensi atas pilihan itu. Dan sebenarnya,
melalui buku ini tidak ada bagian yang bisa ditautkan sama sekali dengan apa
yang saya cari, yaitu bagian pemberontakan -terutama- kepada penguasa yang
menurutnya tak seadil harapannya.
Perjalanan
legendaris anak muda ini dimulai ketika Che hidup nyaman sebagai mahasiswa
kedokteran tingkat akhir sementara Granado, teman seperjalanannya, juga hidup
nyaman sebagai dokter muda. Dengan sepeda motor tua, mereka memulai perjalanan
ke utara dari Argentina.
Sebagaimana sebuah
cerita perjalanan, apalagi ini adalah perjalanan dengan model 'membuang diri
untuk menemukan dirinya sendiri juga', pelajaran-pelajaran tentang sari pati
kehidupan pastilah banyak didapat oleh Che dan Granado. Namun, pelajaran hidup
itu tidak mudah ditemukan secara eksplisit dari penuturan Che. Tapi saya
menikmati ceritanya, meski nilai moral yang menjadi unsur ekstrinsik buku ini
tidak bersesuaian dengan kultur dan kepribadian saya sebagai muslim Indonesia
-tentu saja.
And finally, yeah,
this book isn't important to be read. But, it's better to read this book than
to do nothing awaiting the train. [bener ga? Monggo dikoreksi]
Bukan Che Guevara,
@elmabruri
No comments:
Post a Comment